Langsung ke konten utama

Waktu Berputar Tanpa Roda

Bunga musim semi  berserakan pada ambang jalan, terbang diterpa angin yang perlahan terlihai menghampiri langkah kaki yang terhenti dengan sejuta arti. Kunikmati helai demi helai tanpa sesal dalam hati. Kini hatiku mulai megerti apa arti sebuah mimpi yang selama ini ku simpan sendiri. Lihatlah Tuhan, Kau memang sangat yakin atas mimpiku selama ini. Kau bahkan tak ragu atas keyakinan itu, tapi nyatanya aku sempat meragukanmu.

Tuhan, apakah Kau tau hari ini kakiku ingin berhenti diambang keraguan atas keyakinan yang entah berarah atau malah salah kaprah. Lima tahun silam Kau menghadirkannya dalam garis keputusasaan, Kau beri aku keyakinan atasnya. Perjuangan langkah yang hanya berjalan dengan keyakin dan tekat. Berjalan menelusuru lorong waktu yang terus berputar tanpa roda. Kini aku masih berdiri tegak dengan kaki yang penuh luka memar dan goresan darah disetiap sudutnya. Aku benar-benar masih ingin melangkah, “lantas langkan arah mana yang harus aku pilah, atau aku berhenti saja?”, lihatlah aku seperti ingin menyerah.

Bagaimana bisa keyakinan-Mu kini tergoyah hanya karena aku takut salah. Pertandakah bahwa ini langkah awal untuk pasrah dan mengakui kekalahan. Kalah atau menyerah, bukankah mereka kolabosari yang serasi tanpa kompromi. Asumsi takberarti sehati dan menyenangkan hati, justru ini tak berarti sama sekali dalam kontribusi kehidupan diera saat ini. Ini bukan tentang hati tapi tentang kaki yang memilih berhenti atau terus melangkah dengan pilihan jalan yang harus ditapaki.

Hari ini masih saja bergelut dengan ambisi yang tak kunjung henti. Jelas saja itu sangat mengahtui, karena memang kehidupan sakarang bukan melulu tentang ambisi melainkan realita yang akan dihadapi. Berapa tahun yang mendatang jelas tidak dapat diterka-terka oleh ambisi belaka, bisa saja meleset jauh dan terbuang sia-sia. Sayang saja kalau itu terlaksana, yang jelas akan terluka dan menyesalinya saja.

Sesal memang datang tanpa permisi, tapi nyatanya itu sering terjadi padaku. Seperti yang kukatakan kakiku masih berdiri tegak namun penuh dengan luka. Keyakinan yang diberikanNya kepadaku sudah kupenuhi dengan berbagai teka-teki. Sekarang apa yang harus kulakukan aku juga tak tahu. Tetap berdiri menatapi kebingungan atau melangkah perlahan untuk memilih keyakinan yang Tuhan berikan. “Bekerja untuk kehidupan atau menuntut ilmu selagi masih ada kesempatan?”, itulah dua jalan yang terus kutapaki. “Dua sekaligus, atau memilih salah satu?”, selalu begitu.

Jelas pemahamanku mengenai waktu yang terus berjalan tanpa roda itu sudah ada sejak dini, nyatanya satu tahun kini sudah menjadi basi. Lihatlah, apakah aku baik-baik saja seperti mata memandang. Sepertinya Tuhan sedang mengajakku untuk melampaui batas berfikir. Kutnggu kehadiran Tuhan dalam setiap rayuan yang kusuguhkan sela-sela lorong waktu. Menunggu...

Komentar

Posting Komentar